Partisipasi Pemilih di Indonesia Lebih Baik dari Amerika Serikat

By Admin

nusakini.com-- Pemerintah dan penyelenggara pemilu tak bisa memaksa setiap pemilih untuk menunaikan hak pilihnya baik dalam pemilihan kepala daerah maupun dalam pemilu nasional. Yang bisa dilakukan pemerintah adalah memastikan hak pilih warga bisa terjamin. Sehingga partisipasi meningkat. Namun bicara tingkat partisipasi, Indonesia lebih baik dari Amerika Serikat yang sering disebut sebagai negara kampiun demokrasi. 

"Ya, kan enggak bisa dipaksa. Orang mau datang menggunakan hak pilih kan bisa dipaksa. Di Amerika, di Australia saja enggak sampai 50% orang mau menggunakan hak pilihnya. Kita cukup bagus, target tahun ini Pilkada partisipasinya 78%," kata Tjahjo, usai menghadiri acara Forum Kemitraan Ormas Pemuda Pancasila yang digelar di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri di Jakarta,belum lama ini.

Tentunya, kata Tjahjo, untuk menjamin hak pilih warga, juga dibutuhkan dukungan dari warga itu sendiri. Masyarakat mesti pro aktif. " Kami menyiapkan sarananya. Satu jam selesai. Blankonya ada, SDM- nya kami cukup, walau terbatas," ujarnya. 

Dalam kesempatan itu juga, Menteri Tjahjo membantah temuan adanya 11 juta warga yang belum punya e-KTP. Informasi 11 juta warga di daerah yang akan menggelar Pilkada belum punya e-KTP tak benar. Meski begitu, Tjahjo mengakui jika masih ada warga di daerah yang akan menggelar pemilihan belum punya e-KTP. Hanya saja, jumlahnya tak sampai 11 juta. 

"Saya kira enggak 11 juta ya. Dari temuan KPU untuk Pilkada tidak sampai juta, 800 sekian," ujarnya. 

Kata Tjahjo, tiap tahun dipastikan ada remaja yang usianya sudah 17 tahun atau menikah. Dan, jumlahnya itu mencapai jutaan orang. Ia sendiri berharap, warga yang belum merekam e-KTP hendaknya pro aktif. Pemerintah memang gencar melakukan layanan jemput bola. Tapi, jika masyarakat itu pro aktif tentu akan membantu tugas pemerintah, terutama di masa pemilihan seperti sekarang ini. 

"Ya saya minta masyarakat yang belum merekam harus pro aktif. Kalau masyarakat tidak pro aktif tidak mungkin dia bisa terdata walau pun datanya ada. Hanya kami ingin memastikan bahwa warga negara tersebut tinggalnya dimana untuk menentukan TPS- nya kalau dia mau menentukan hak pilihnya," kata Tjahjo. 

Tidak hanya itu lanjut Tjahjo, masyarakat juga harus pro aktif melaporkan jika ada kerabatnya yang meninggal dunia. Ini pun sangat membantu, agar tidak ada data ganda dalam daftar pemilih. Pemerintah sendiri terus memperbaiki layanan dokumen kependudukan. Beberapa waktu lalu, Presiden telah mengeluarkan perintah agar layanan e-KTP bisa selesai paling lama satu jam. Dan, ini telah ditindaklanjuti. Di beberapa daerah bahkan pelayanan bisa kelar hanya dalam waktu 10 menit.  

"Perintah bapak Presiden satu jam harus selesai. Prakteknya 10 menit selesai kecuali listrik mati atau ada hal yang lain. Kemarin kami ke Merauke di Papua, 10 menit selesai. Tinggal masyarakat mau datang. Kalau masyarakatnya enggak pro aktif bagaimana kita mau datang. Kalau masyarakat adat, masyarakat di desa desa itu bisa kami datangi. Tapi yang di kota-kota, yang kerja di luar negeri, yang sekolah di luar negeri. Itu yang sulit," katanya. 

Meski begitu, Tjahjo merasa cukup gembira. Ditengah persoalan yang ada, program perekam e-KTP cukup menggembirakan hasilnya. Saat ini, perekaman sudah mencapai 97,4% dari 184 warga wajib e-KTP. Tjahjo pun berharap, akhir tahun, target perekaman bisa dicapai. 

"Saya kira sudah bagus kerja Dukcapil. Semua sudah cukup optimal tinggal sisanya mudah-mudahan sampai akhir tahun mau datang merekam," katanya. 

Di musim Pilkada saat ini, kata Tjahjo, peran serta masyarakat untuk pro aktif sangat membantu dalam memastikan hak pilih mereka. Karena itu ia mengimbau, agar hak pilih mereka sejak jauh jauh hari tak bermasalah, dari sekarang segera melakukan perekaman. Sehingga partisipasi pemilih meningkat. Sebab partisipasi yang meningkat kunci keberhasilan Pilkada.(p/ab)